Gangguan menstruasi bisa karena kekurangan asupan kalori

Jumlah olahraga fisik yang tidak sebanding dengan asupan kalori ternyata sangat buruk efeknya untuk tubuh. Menurut sebuah studi terbaru, wanita aktif yang membatasi asupan kalorinya berisiko mengalami gangguan menstruasi dan osteoporosis.

Studi terbaru itu diterbitkan di Medicine & Science in Sport & Exercise. Gejala tersebut mengacu pada Female Athlete Triad, sindrom yang terdiri dari tiga masalah: gangguan makan, kehilangan kepadatan mineral tulang, dan tidak adanya periode menstruasi.

Studi yang dilakukan oleh Pennsylvania State University ini menjadi bagian pertama dari serangkaian penelitian untuk memahami pengaruh peningkatan asupan kalori pada siklus menstruasi. Juga kesehatan tulang pada wanita aktif yang mengalami gangguan menstruasi selama bertahun-tahun.

Ini merupakan studi pertama yang mempertimbangkan hubungan antara asupan kalori dan ketersediaan energi pada wanita aktif. Dalam kasus ini, energi merujuk pada jumlah bahan bakar yang diperlukan tubuh supaya berfungsi dengan baik. Saat tidak cukup makan, tubuh akan menyimpan bahan bakar dalam jumlah terbatas untuk hal yang penting saja seperti pengaturan suhu tubuh.

Karena wanita tidak terlalu membutuhkan siklus menstruasi untuk bertahan hidup, fungsi ini menjadi lambat atau berhenti total saat sumber energi langka. Gangguan ini bisa menimbulkan efek buruk bagi tingkat hormon esterogen dan kesehatan tulang.

Tim peneliti melacak asupan makanan dan catatan olahraga dari 87 partisipan. Juga menempatkan para wanita di serangkaian tes laboratorium untuk mengukur energi dan hormon siklus menstruasi.

Hasil penemuan menyimpulkan wanita yang hanya mengkonsumsi sekitar 1.600 kalori per hari dengan ketersediaan energi lebih rendah, mempunyai frekuensi masalah menstruasi lebih tinggi. Sedangkan, wanita yang mengonsumsi 1.900 kalori per hari dengan ketersediaan energi lebih besar ternyata masih mempunyai masalah menstruasi.

“Penemuan ini menyatakan batas ketersediaan energi yang menempatkan wanita pada risiko komplikasi kesehatan bisa jadi lebih tinggi dari yang dibayangkan. Studi selanjutnya juga diperlukan untuk mengerti berapa lama waktu yang dibutuhkan wanita dengan ketersediaan energi rendah untuk mengembangkan siklus menstruasi abnormal dan masalah kesehatan lainnya,” tutur Mary Jane De Souza, Ph.D., profesor psikologi di Pennsylvania State University kepada The Active Times.

Sumber: Detik

Comments

Popular posts from this blog

Cara menghitung denyut nadi secara manual

Ini dia Tips Sederhana Membuat Telur dadar yang Lebih Lezat dan Enak untuk disantap!

1 dari 4 perempuan tua Indonesia osteoporosis